Latar belakang jatuh/berakhirnya
orde baru:
• Krisis politik
Pemerintah orde baru, meskipun mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan
ekonomi dan memberikan kemajuan, gagal dalam membina kehidupan politik yang
demokratis, terbuka, adil, dan jujur. Pemerintah bersikap otoriter, tertutup,
dan personal. Masyarakat yang memberikan kritik sangat mudah dituduh sebagai
anti-pemerintah, menghina kepala negara, anti-Pancasila, dan subversive.
Akibatnya, kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak pernah
terwujud dan Golkar yang menjadi partai terbesar pada masa itu diperalat oleh
pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak penguasa.
Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah karena banyak
pejabat orba yang berada di dalamnya. Dan anggota MPR/DPR tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan benar karena keanggotaannya ditentukan
dan mendapat restu dari penguasa, sehingga banyak anggota yang bersikap ABS
daripada kritis.
Sikap yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu 1992
ketika suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan
masyarakat terhadap orba mulai terbuka. Muncul tokoh vokal Amien Rais serta
munculnya gerakan mahasiswa semakin memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan
kritik terhadap pemerintahan orba.
Masalah dwifungsi ABRI, KKN, praktik monopoli serta 5 paket UU politik adalah
masalah yang menjadi sorotan tajam para mahasiswa pada saat itu. Apalagi
setelah Soeharto terpilih lagi sebagai Presiden RI 1998-2003, suara
menentangnya makin meluas dimana-mana.
Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki gedung
MPR/DPR pada bulan Mei 1998. Karena tekanan yang luar biasa dari para
mahasiswa, tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh
wakilnya BJ Habibie.
• Krisis ekonomi
Krisis moneter yang menimpa dunia dan Asia Tenggara telah merembet ke
Indonesia, sejak Juli 1997, Indonesia mulai terkena krisis tersebut. Nilai
rupiah terhadap dollar Amerika terus menurun. Akibat krisis tersebut, banyak
perusahaan ditutup, sehingga banyak pengangguran dimana-mana, jumlah kemiskinan
bertambah. Selain itu, daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan
kebutuhan pokok.
Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta
mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan
bank-bank yang ada di bawah pembinaan BPPN. Dalam praktiknya, terjadi
manipulasi besar-besaran dalam KLBI sehingga pemerintah harus menanggung beban
keuangan yang semakin besar. Selain itu, kepercayaan dunia internasional
semakin berkurang sejalan dengan banyaknya perusahaan swasta yang tak mampu
membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo. Untuk mengatasinya,
pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan utang-utang swasta yang
telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin berat ketika
pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos angkutan.
Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi
kebutuhan hidup.
• Krisis sosial
Krisis politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis dalam bidang sosial.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang ada
mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat. Misalnya: perkelahian
antara pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan sosial di Kalimantan
Barat, pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan Boyolali serta
kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan Solo.
Akibat kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13, 14, dan 15 Mei 1998,
perekonomian kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa waktu karena banyak
swalayan, pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah massa. Hal tersebut
menyebabkan angka pengangguran membengkak.
Beban masyarakat semakin berat serta tidak ada kepastian tentang kapan
berakhirnya krisis tersebut sehingga menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi
tersebut membahayakan karena mudah diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut
untuk melakukan tindakan anarkis.
Kronologi mundur/berakhirnya
kekuasaan Soeharto:
5 Maret 1998
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk
menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang
disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka
diterima Fraksi ABRI
11 Maret 1998
Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden
14 Maret 1998
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
15 April 1998
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena
sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri
melakukan unjukrasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
18 April 1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri
Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya
Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
yang menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi
Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan
reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).
4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar
minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi itu berubah
menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas
keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat
bentrokan tersebut.
5 Mei 1998
Demonstrasi mahasiswa besar – besaran terjadi di Medan yang berujung pada
kerusuhan.
9 Mei 1998
Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini
merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara
damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.
13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan
Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu
diwarnai kerusuhan.
14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika
rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan
di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan
Borobudur. Beberapa dari bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar.
Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama
kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia
membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih
mencekam. Toko-toko banyak ditutup. Sebagian warga pun masih takut keluar
rumah.
16 Mei 1998
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek
masih mencekam.
19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman
Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama
hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh
membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap
menginginkan Soeharto mundur.
Permintaan tersebut ditolak
Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu
Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi presiden. Namun hal
itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk
berunjukrasa semakin banyak.
Sementara itu Amien Rais mengajak
massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan
Nasional.
20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar
kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun
pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak
datang ke Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan
korban jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak
berdatangan ke gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
21 Mei 1998
Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi
Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.
Indonesia masa pemerintahan B.J. Habibie:
Kebijakan-kebijakan pada masa
Habibie:
• Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan
perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
• Mengadakan reformasi dalam bidang politik
Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang
bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan
berdirinya Serikat Buruh Independen.
Kebebasan menyampaikan pendapat.
Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan
yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum.
• Refomasi dalam bidang hukum
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih
dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru,
hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga
sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan
penguasa.
• Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara
bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari
area politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang
masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan
ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut,
keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
• Mengadakan sidang istimewa
Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12
ketetapan.
• Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan
JURDIL (jujur dan adil).
Masalah yang ada yaitu ditolaknya pertanggung jawaban
Presiden Habibie yang disampaikan pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga
beliau merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden lagi
sangat kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu yang
dilaksanakan.
4. Indonesia masa pemerintahan
Abdurrahman Wahid:
Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
• Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya
(memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan
beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
• Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang
dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk
mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
• Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan
mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
Masalah yang ada:
• Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
• Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh
anggota DPR.
• Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR
serta pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri
dan partai politik serta masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat
kejatuhannya. Dan sidang istimewa 23 Juli 2001 menuntutnya diturunkan dari
jabatan.
5. Indonesia masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri:
Kebijakan-kebijakan pada masa
Megawati:
• Memilih dan Menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga
persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang
mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
• Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan
MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
• Menjaga keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh,
Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa
lepasnya Timor Timur dari RI.
• Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
• Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang
pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan
terhadap daerah-daerah.
Tidak ada masalah yang berarti dalam
masa pemerintahan Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan perebutan pulan
Ligitan dan Sipadan.
6. Indonesia masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
• Konversi minyak tanah ke gas.
• Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
• Buy back saham BUMN
• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
• Subsidi BBM.
• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
• Pemberian bibit unggul pada petani.
• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang ada:
• Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena
tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali
bergairah. Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
• Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat
tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan
terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan.
Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang
saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu,
pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
• Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’
kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman,
sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda
kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut.
Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
• Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi
dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi
demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan
kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan
untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
• Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi
perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari
koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK
yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat
pembangunan.
• Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri
‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di
Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat
sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta
dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh
korps Deplu. Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar
akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia
bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.
7. Dampak reformasi bagi rakyat
Indonesia:
• Pemerintahan orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi dan
keterbukaan tidak diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram dalam
kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Konflik antar kelompok etnis bermunculan
di berbagai daerah seperti Kalimantan Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi
oleh masalah-masalah sosial, ekonomi dan agama.
• Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif atau
pimpinan partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat
bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang
diembannya.
• Banyak kasus muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian batas yang
tegas pada teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan otonomi
pengelolaan wilayah pengairan.
• Pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik
(misalnya: munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya
badan-badan umum milik swasta, tidak lagi melulu milik negara), dan sosial
(misalnya: rakyat berhak memberikan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah).
• Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi (sejak
2004, wakil militer di MPR/DPR dihapus).8. Latar belakang munculnya reformasi:
• Bidang politik
Munculnya reformasi di bidang politik disebabkan oleh adanya KKN, ketidakadilan
dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokratis) dan
tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta
munculnya demo mahasiswa yang menginginkan pembaharuan di segala bidang.
• Bidang ekonomi
Munculnya reformasi di bidang ekonomi disebabkan oleh adanya sistem monopoli di
bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang yang
dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan, bahkan
mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya.
Selain itu juga disebabkan oleh krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak
yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup
sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat
tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan.
Hal-hal tersebut membuat perlu dilakukannya tindakan-tindakan yang cepat dan
tepat untuk mengatasinya.
• Bidang sosial
Krisis ekonomi dan politik pada masa pemerintahan orde baru berdampak pada
kehidupan sosial di Indonesia. Muncul peristiwa pembunuhan dukun santet di
Situbondo, perang saudara di Ambon, peristiwa Sampit, beredar luasnya narkoba,
meningkatnya kejahatan, pembunuhan, pelacuran. Hal tersebut membuat
diperlukannya tindakan yang cepat dan tepat.